Selasa, Oktober 23, 2007

Belajar lebih banyak atau bayar lebih banyak.


Sebuah penanda yang unik yang saya temukan di daerah Mlinjon Klaten, saat mudik Lebaran ke daerah asal Ibu mertua saya. Jam wajib belajar, yang sedang banyak dikampanyekan di daerah Jawa Tengah bukan saja Klaten kabarnya. Tertulis jam belajar 18.30 s.d. 20.30, apakah maksudnya? Maksudnya ternyata ya seperti termaktub di sana saat jam tersebut anak anak tidak boleh berkeliaran dan harus belajar. Anak anak yang berkeliaran akan ditegur, disuruh pulang, dan belajar. Orangtua yang melihat anak orang berkeliaran diharap memberitahukan orangtuanya dan menyuruhnya belajar.

Saya akan melihatnya dari dua sisi. Kalau saya sebagai anak kecil yang hidup di daerah itu akan sulit tunduk patuh pada aturan ini, Jaman sd dulu jam belajar saya biasanya siang, sore hari sehabis mendengarkan sandiwara radio berbahasa Sunda si Kundang atau Lamsijan. Saat malam hari biasanya waktunya santai santai sambil nonton tv di rumah. Maklum dulu kan tak ada siaran tv sore hari, jadi ya rasanya lebih nyaman belajar saat tv belum mulai siaran. Sepertinya godaan anak sekarang jauh lebih berat, siaran tvnya manteng terus. Yang perlu diingat, pola belajar setiap anak berbeda beda, ada yang sambil ditonton tv, sambil adu keras dengan musik, atau saat keheningan malam. Pola penyeragaman sepertinya bukan pola yang 'kekinian' ya lebih dekat dengan pola 'lama' ala pecut hayoooo belajar semua!!!!! Yang saya ragukan efektifitasnya. Bagaimana bisa dipaksa belajar,Belajar arus dibuat menjadi sebuah kebutuhan bukannya ketakutan.

Sisi lain yang menarik kalau diterapkan dengan serius efeknya bisa luar biasa juga. Gerakan belajar di rumah, bukan hanya di sekolah. Tidak semua anak Indonesia mencicipi pendidikan di Sekolah. Dan dari sebagian besar yang mencicipi pendidikan di Sekolah saya yakin tidak semuanya mengulang pelajaran di rumah. Begitu luar biasa efeknya kelak bila setiap anak mengulang pendidikannya di rumah, dengan peran serta orangtua di rumah. Tugas guru jadi lebih ringan kualitas SDM masa depan meningkat.

Menciptakan kesadaran belajar sulitkah?

Dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta dalam sebuah Kijang Inova hitam yang cukup berjejal, sempat bercakap ringan dengan Pak Dayat S. Hidayat dosen farmakologi di Universitas Sumatera Utara. Pak Dayat yang asli dari Bojongsoang Garut ini sudah sejak 1975 merantau ke Medan. Tak heran bila tak nampak lagi cengkok Jawa Barat dalam lidahnya. Pak Dayat ini menjelang 3 tahun pensiun dari FKU USU ini justru sedang masa sibuk sibuknya. Di Kedokteran USU kami sedang cukup sibuk karena sejak 4 tahun lalu kami membuka 3 program, program reguler, mandiri, dan Internasional. Apa saja bedanya itu Pak? Program reguler ya jalur UMPTN kalau dulu itu, program Mandiri untuk yang tidak tertampung di program reguler, dan program Internasional untuk mahasiswa dari luar yang kebanyakan dari Malaysia.

Yang cukup signifikan adalah perbedaan biaya, program reguler dengan SPP sekitar 2.5 juta untuk satu semseter, program mandiri dengan iuran 50 juta satu semester (baca: satu semester) dan program Internasional 100 juta untuk satu semester. Terkaget kaget saya mendengarnya...mencoba membandingkan dengan SPP terakhir saya di tahun 2003 yang hanya sekitar 450 ribu untuk satu semester. Program mandiri itu banyak pesertanya pak? Iya penuh 80 orang sama seperti program reguler. Program Internasional? apa ada pesertanya pak? Penuh juga 80 orang untuk satu angkatan. Wow.... Ada 80 orang orangtua mahasiswa yang membayar 100 juta persemester. Kebanyakan mahasiswa Malaysia, mereka percaya dengan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia, walaupun dari sisi manajemen Kesehatan, rumah sakit mereka jauh lebih maju dari kita tutur Pak Dayat.

Masih terkaget kaget mendengar penjelasan Pak Dayat, bila satu semester saya mengeluarkan 50 juta untuk lulus 4.5 tahun (9 semester) setidaknya 450 juta, Lebih dari sebuah MPV kualitas bagus. Kalau saya terdaftar sebagai peserta program Internasional selama 4.5 (9 semester) tahun setidaknya saya perlu 900 juta saja, harus saya bandingkan dengan apa ini ya???

Kalau saya terlambat lahir 10 tahun, mungkin saya tidak akan belajar 18.30 sampai 20.30 lagi karena teman temanpun belajar saat yang sama dengan kuantitas yang sama, mungkin masih perlu bangun lagi tengah malam, atau sebelum pagi atau sepulang sekolah. Jika tidak ingin mobil keluarga atau sawah atau rumah dijual.

Belajar lebih banyak atau bayar lebih banyak, pendidikan memang bukan untuk semua orang.






1 komentar:

prabhamwulung mengatakan...

owow oew.. mahalnya pendidikan.. anak saya akan disekolahken dimana ya?