Bagian satu
Pagi ini menyempatkan diri ke Bank BNI di Ubud sebelum berangkat ke kantor, karena harus transfer dari BCA ke BNI agak ribet, antrian BCA lebih panjang, lewat atm pun BCA dan BNI tak bersahabat. Jadinya tarik dulu lewat atm BCA trus setor ke rek BNI bru ditransfer lagi ke sesama BNI. Ubud, kota kecamatan yang kecil, dan BNI disini hanya dua counter petugas.
Begitu datang pintu otomatis dibukakan, bukan oleh mesin tapi oleh petugas satpam sambil senyum dan memberikan nomer antrian, sayapun balas senyuman pria tegap ini isi slip setoran lalu duduk menunggu nomor antrian dipanggil. Walaupun hanya kantor cabang kecil, yang datang macam macam tidak hanya orang Indonesia, ada dua Bule yang fasih berbahasa Indoenesia juga pagi itu. Dari percakapannya dengan petugas kliring sepertinya sudah biasa mereka datang kesana setiap bulan, bahkan sempat menanyakan kabar istrinya yang namanya Indonesia banget. Orang Bule yang bermukim di Bali lebih merasa tersanjung bila disebut dengan sebutan 'Pak' daripada 'Mr' atau 'sir' lebih ngendonesia. Pak Bule jangan marah, bila saya sebut Bule ini bukan ungkapan rasis, soalnya ada juga beberapa Bule sensitif yang merasa ungkapan "Bule" ini rasis, mungkin baru datang ya ke Indonesia. Tak heran juga walaupun Bank ini relatif kecil dengan ukuran ruangan tak lebih dari 6 x 6 meter ada juga petugas polisi bersenjata semi otomatis buatan pindad berjaga disana.
Tapi bukan hal itu semua yang menarik dari antrian bank pagi tadi. Setelah mengambil nomor banyak juga tamu lain yang datang. Dan Pak Satpam pun membukan pintu sambil senyum seperti yang dia lakukan pada si Mbok, Pak Bule, Engkoh, Pak Tua, dan lainnya. Yang menarik dari semua yang dia bukakan pintu dan berikan senyuman tidak semua membalas senyumnya.
Entah dari rumah sudah membawa masalah banyak atau bagaimana, ada juga beberapa orang yang merasa itu pintu otomatis dengan suara "Selamat pagi, silakan.." (dibaca seperti anda Kakaktua atau Bel otomatis).
Kalau saja pagi itu kita bertukar posisi menjadi satpam dan satpam menjadi saya. Wah..tentunya badan saya jadi langsung berotot dan berisi, kayaknya ini satpam rajin olahraga ya. Jangan salah sangka dulu Pak Satpam saya pria normal dan sudah beristri. Tentunya walaupun pekerjaannya sederhana dimata kita, balasan senyum dan sekedar eye contact adalah wujud apresiasi yang luar biasa buat Pak Satpam.Sepertinya dia sedang melakukan hal yang sama siang ini. Tetap tersenyum walaupun senyumnya tak berbalas, atau bersenyum sebelah..muka. Selamat bertugas pak..
Jadi teringat cerita lainnya.., bagian dua
Saat wisuda di Sasana Budaya Ganesha dulu Oktober 2002, wisudawan kala itu disalami oleh Pak Kusmayanto Kadiman rektor ITB saat itu yang sekarang menjadi Menristek dengan senyuman. Ajaibnya tidak ada satupun wisudawan yang terlewat diberi senyum, dari layar depan bisa dilihat Senyum diberikan pada setiap wisudawan saat bersalaman yang jumlahnya ribuan. Hal sepele yang membuat saya secara personal cukup terkesan,entah apa rektor ITB sekarang punya energi senyum yang sama. Buat dia sepele buat wisudawan yang tidak diberi senyum atau salaman sambil ngobrol akan terekam seumur hidupnya.
Malah teringat cerita lainnya lagi..., bagian tiga
Cerita dari pak Asep Bakery, Pak Asep ini dulu kerja di carrefour di Jakarta di bagian Bakery. Sesama warga Indonesia kami bertemu di Bahrain saat Asep bakery ini kerja di G'eant Bahrain, supermarket besar franchise dari perancis. Saya ini dulu sekolah di sekolah "Babu" maksudnya Pak Asep ini di enhai, akademi perhotelan di Bandung. Jadi ya diajarkan caranya senyum sama pelanggan. Anehnya ketemu kasir kasir di Bahrain ini kok hampir semuanya pada jutek dan nggak senyum sama customer. Waktu saya tegor, kok ngga senyum sih sama customer. Ngapain senyum senyum nanti dikira kita ganjen apa? Beda budaya ternyata beda juga maknanya ya. Mungkin disana banyak cowok yang kegeeran kalau dikasih senyum.
Dah segitu aja ntar ngga trilogi..
Tadi siang sama petugas kantin yang anterin makanan senyum nggak?
Ngapain senyum senyum nanti dikira kita ganjen apa?halah...ya sss aja, senyum secukupnya saja.
Rabu, April 02, 2008
Senyum Pak Satpam, trilogi
Diposting oleh priyatnadp di 12:33 PM 2 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)